Kost-kost adalah bisnis yang menguntungkan. Dengan modal sekali dan cost perawatan yang tidak terlalu besar tapi menghasilkan aliran rutin uang bulanan atau tahunan dalama jumlah yang cukup signifikan. Resikonya hampir dipastikan relatif kecil potensi bangkrutnya.
Spesifikasi kost ini yaitu Luas tanah 450, 8 kamar tidur, lokasi pinggir jalan desa Kasokandel, Harga Rp 1.200.000.000,-
MAJALENGKA-Keinginan manajemen Persires FC untuk menjadikan Kabupaten Majalengka sebagai home base klub anggota Divisi Utama Nasional ini tidak hanya mendapatkan dukungan dari anggota klub Divisi Utama PSSI Kabupaten Majalengka, tapi juga datang dari tokoh muda asal Desa/Kecamatan Kasokandel, Wawan Darmawan SSos.
Menurut Wawan, jika Persires FC latihan dan menjadikan home base di Kabupaten Majalengka, maka akan sangat menguntungkan bagi iklim persepakbolaan di Kabupaten Majalengka. Tentunya akan ada rekrutmen pemain lokal Majalengka yang potensial untuk masuk skuad Persires.
Dikatakannya, masyarakat dan dunia sepak bola Majalengka bisa belajar langsung bagaimana mengelola sebuah tim sepak bola seperti Persires FC. “Prototype sukses bisa kita lakukan dan ini sangat positif. Ditambah iklim dunia sepak bola Majalengka akan mempunyai multiefek, baik secara ekonomi, social, budaya dan tentu saja sepak bola itu sendiri,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya, calon-calon pemain potensial dari Kabupaten Majalengka bisa diarahkan lebih fokus dan tentu saja lebih semangat dalam meniti karir sebagai pemain sepak bola Majalengka. “Keinginan Persires untuk menjadikan Kabupaten Majalengka sebagai home base harus kita sambut dengan penuh kegembiraan, suka cita dan tangan terbuka,” kata caleg dari Partai Demokrat ini.
Apalagi, sambung dia, Kabupaten Majalengka memiliki basis produksi bola sepak yang kualitasnya tidak diragukan lagi di dunia. Itulah pentingnya Pemkab Majalengka harus mempunyai ikon yang kuat dan berkarakter yang berfungsi mendorong masyarakat Majalengka bersama-sama membangun visi dan misi bersama dalam dunia olahraga.
Terpisah, Manajer Persires FC Borgo Pane SH kembali menyatakan keinginannya untuk menjadikan Kabupaten Majalengka sebagai home base sehingga nanti bisa namanya menjadi Persires Majalengka. “Kami minta dukungan dan restu dari masyarakat dan Pemkab Majalengka agar Persires bisa berlatih di Kabupaten Majalengka,” ujarnya kepada wartawan koran ini.
Sementara itu, Ketua Persima Asep Mulyana Muslim SE menyatakan, Persires hanya meminta Stadion Warung Jambu untuk home base dengan kompensasi Kabupaten Majalengka hanya menyiapkan tempat atau rumah untuk mess para pemain Persires selama musim kompetisi 2014/2015. Pria yang digadang-gadang menjadi pelatih Persires ini menambahkan, Majalengka mendapatkan kesempatan untuk menjadi tuan rumah LigaIndonesia yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi nasional.
Ditambahkan Asep, klub asal Rengat Riau ini mendapatkan dukungan sponsor dari Petronas Malaysia. Bahkan Danyon 321 Galuh Taruna telah mengizinkan lapangan di Kompleks Yonif 321 dijadikan tempat latihan Persires.
Sebelumnya, Sekretaris KONI Kabupaten Majalengka Dudi Kuswadi SIP menyatakan akan mendorong PSSI untuk merekomendasikan Persires menjadikan home base di Kabupaten Majalengka. (ara)
(sumber : http://radarciebon.com
DETIK-detik waktu berakhirnya tahun 2013 semakin dekat. Mereka yang sudah merencanakan liburan akhir tahun 2013 sudah mulai mulai berkemas menuju tempat liburannya masing-masing. Tak terkecuali mereka membawa keluarga, teman dan bahkan mungkin liburan bersama perusahaan tempat mereka bekerja.
Banyak peristiwa telah dilalui ditahun 2013. Harapan, kenyatan dan semua angan-angan yang sempat menjadi RESOLUSI 2013 sepertinya kemudian menjadi bagian dari cerita perjalanan hidup kita. Ada resolusi yang berhasil diraih, namun tidak sedikit pula beberapa resolusi tidak sampai terlaksana dengan berbagai halangan dan rintangan yang menyertainya. Semua itu menjadi warna dan pemanis perjalanan hidup kita masing-masing di tahun 2013.
Tidak bisa dipungkiri jika resolusi itu kita dapatkan, maka rona wajah kita akan ceria dan bahagia mendapatkannya. Akan tetapi tak kadang, ketika kita renungi di siswa waktu hari-hari menjelang perpisahan waktu 2013, ternyata banyak juga resolusi hidup 2013 yang tidak tercapat. Lebih-lebih jika berbicara soal kemajuan hidup, pertanyaan menariknya adalah, apakah laju kehidupan kita di tahun 2013 itu dilalui menuju kemajuan atau justeru kemunduran? Apakah kehidupan di tahun 2013 ini kita mendapatkan banyak berkah atau justeru mengumpulkan masalah? Apakah secara rohani, tahun 2013 itu semakin membuat iman kita semakin baik atau justeru turun? Apakah kemajuan ekonomi dan aset kita bertambah atau justeru menyusut?
Pertanyaan-pertanyaan detail tersebut layak menjadi pertanyaan evaluasi terhadap diri kita masing-masing. Dengan mengevalasi diri, sejatinya kita sedang bercermin untuk menilai SIAPA KITA saat ini ? Lalu apa RESOLUSI di tahun 2014 yang hendak kita capai sekaligus menjadi arah atau guide kita melangkah? Lalu bagaimana metode pencapaiannya agar RESOLUSI 2014 dapat berhasil kita raih?
Salam RESOLUSI 2014
Menurut hemat saya, marilah menuliskan kembali rencana-rencana kecil menuju rencana besar. Desain rencana besar disusun dari tumpukan kerja-kerja kecil dan detail yang memungkinkan kita dapat meraih RESOLUSI yang hendak kita tuju. lebih-lebih RESOLUSI 2014 hendaknya ditulis dan kalau perlu gantungkan di dalam kamar atau tempat ruangan kerja kita. Baca dan renungkan terus RESOLUSI tersebut …..
Mudah-mudahan RESOLUSI 2014 itu menjadi api penyemangat dan spirit kita untuk memburunya. Jika demikian, mari kita tuliskan di akhir-akhir sisa waktu 2013 ini dengan menuliskan apa saja pencapaian yang telah kita dapatkan dan apa saja RESOLUSI yang hendak kita canangkan. Liburan kita isi dengan merencanakan dan tuliskan RESOLUSI 2014.
TETAP SEMANGAT dan dalam perjuangan ………………………… ( wd )
HIDUP seringkali tidak bisa diduga akan seperti apa. Dilahirkan dari keluarga sederhana dan nyaris tidak punya harta banyak, bisa menjadi point penting jika itu dikemas menjadi spirit hidup. Pun mereka yang dilahirkan dari keluarga yang berkecukupan dan nyaris selalu lengkap fasilitas hidupnya, tidak menjamin itu bisa menjadi modal penting pendukung kesuksesannya. Semua tergantung bagaimana “membawanya” dan bagaimana mengemasnya.
Banyak kita dapatkan cerita soal seorang yang dilahirkan dari pasangan keluarga miskin, lalu kemiskinan tidak membuat kedua pasangan itu menyerah di dalam membesarkan anak-anaknya. Sampai kemudian, mereka mampu menghidupi, membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang sekolah yang lebih tinggi dan kemudian menjadi orang sukses. Dan tidak jarang pula kita dapatkan mereka yang dilahirkan dari pasangan hidup yang berkecukupan secara materi, tetapi menghadapi kenyataan ketika jalan hidupnya tidak semulus sesuai dengan modal materi yang menyertainya.
Dua hal yang berbeda latar belakang jika dikemas dengan cara yang salah akan berakibat salah. Tetapi jika modal serba kekurangan jika dikemas menjadi energi berlebih akan menjadi power yang hebat yang menjadi modal penting perjalanan mereka yang ditakdirkan kurang beruntung secara materi. Poin pentingnya adalah BAGAIMANA KITA MENYIKAPINYA. …..
Wawan Darmawan, Caleg DPRD Propinsi Jawa Barat Partai Demokrat No 4, Dapil Jabar IX (Sumedang-Majalengka-Subang), Penulis-Broker Property di Kota Bandung
Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Dr.Soesilo Bambang Yudhoyono
Rabu, 18 Desember 2013 11:35 WIB | 1469 Views
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (ANTARA/Nyoman Budhiana)
Jakarta (ANTARA News) – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkomitmen untuk menandatangani RUU Desa secepatnya dan menyebut RUU itu sebagai tonggak sejarah baru kehidupan bernegara dan sistem pemerintahan desa.
“RUU ini inisiatif pemerintah yang menurut pemerintah penting untuk dihadirkan di negara kita dan jika dalam waktu sangat dekat pemerintah dan DPR menyetujui atau mensahkan RUU Desa ini maka secepatnya juga akan saya tandatangani dengan demikian bisa dijalankan,” kata Presiden Yudhoyono di Jakarta, Rabu pagi.
Ia menyebut RUU itu sebagai tonggak sejarah baru bagi negara karena terkait kerangka kehidupan bernegara dan mengatur jalannya pemerintahan serta apa yang harus dilakukan oleh desa termasuk hak serta kewajibannya.
Presiden kemudian menggarisbawahi peran desa demi kemajuan bangsa dan negara.
Menurut Presiden, melalui RUU itu, yang di dalamnya juga diatur sumber pendanaan desa, pemerintah ingin mendorong upaya-upaya untuk memberdayakan desa demi kepentingan masyarakat desa.
Pada kesempatan itu Kepala Negara juga meminta perhatian khusus kementerian terkait, gubernur, wali kota dan bupati agar anggaran bagi desa nantinya disalurkan dengan baik.
Presiden juga meminta agar para kepala desa bisa menjalankan tugas kepemimpinan desa dan menggunakan anggaran dengan sebaik-baiknya.
Ia berharap masyarakat dilibatkan dalam pembangunan desa. Presiden mencontohkan anggaran PNPM Mandiri yang memperoleh apresiasi masyarakat.
Pada kesempatan itu Presiden juga mengatakan akan menyampaikan penjelasan terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi seusai menghadiri peringatan Hari Ibu di Taman Mini Indonesia Indah pada Rabu siang (18/12).
Editor: Heppy Ratna
(disunting ulang; Tedi )
Programmer dan bekerja di Perusahaan IT di Jakarta (Deni Bahtiar)
Caleg DPRD Propinsi Jawa Barat Partai Demokrat No 4, Wawan Darmawan, Dapil Jabar IX (Sumedang-Majalengka-Subang), Penulis-Broker Property di Kota Bandung
SETIAP masyarakat dipastikan setuju dengan upaya pemerintah SBY memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Pun, jika ditanya apakah masyatakat setuju dengan gerakan anti money politik. Bahkan, beberapa stasiun televisi acapkali terus menerus menyiarkan berbagai program talkshow dengan mengundang beberapa narasumber yang membicarakan soal money politik dan korupsi. Dua tema yang tidak habis-habis dibahas dan dikaji. Persoalannya adalah apakah gerakan anti money politik dan korupsi tersebut sejalan dengan realitas di lapangan?
Penulis beberapa kali melihat banner beberapa caleg dari partai tertentu yang membuat tagline iklan di bawah photonya dengan menyebutkan partai anti Korupsi, anti Maksiat, dan anti money politik. Banner-banner tersebut bertebaran di setiap pelosok jalan utama dan gang-gang yang penulis dapatkan disaat kunjungan ke beberapa lokasi. Tagline iklan tersebut rupanya tidak sejalan dengan fakta di lapangan manakala, disaat pemilihan bupati, justeru berbagai move gerakan money politik, bagi-bagi sembako dan amplop yang berisi uang dilakukan di malam hari atau menjelang pagi. Tak ayal modus serangan fajar dan money politik rupanya tidak bisa dilepaskan dari hingar bingar politik di negeri ini. Pun demikian masyarakat di bawah sepertinya sudah permisif menerima begitu saja dan bahkan ini dianggap sebagai rezeki pesta lima tahunan. Wajar jika beberapa caleg yang melakukan sosialisasi tanpa pembekalan logistik, selalu ditanya warga dengan pertanyaan, ” mas mana donk sembako yang akan dibagikan ? … kita tidak butuh soal visi dan misi to, kami butuh uang, sembako dan perbaikan-perbaikan jalan, mushola dan lain sebagainya ……
Bagi politisi, khususnya para incumbent mungkin saja logistik tersebut tidak menjadi masalah dan sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Tetapi bagi teman-teman caleg yang mengandalkan idealisme dan murni perjuangan politik tanpa pembekalan logistik yang sepadan dengan kebutuhan fragmatis masyarakat, tentu saja hal demikian sangat memberatkan dan membebani. Lebih-lebih jika kemudian modus caleg dengan persiapan logistik yang cukup di kemudian hari menjadi alasan bagi caleg tersebut jika menjadi wakil rakyat untuk melakukan “balantik” dan memanfaatkan dana-dana aspirasi rakyat untuk kepentingan pribadinya. Semakin besar logistik yang dikeluarkan maka semakin besar dana yang harus dikembalikan disaat menjadi wakil rakyat.
Oleh karena itu, persoalannya adalah bagaimana masyarakat saat ini diberikan edukasi, pemahaman yang cerdas dan mengerti soal-soal demikian. Sehingga jika mereka sebenarnya termasuk menjadi bagian dari masyarakat yang tidak suka dengan korupsi dan money politik, justeru jangan memanfaatkan dan membebani caleg dengan logistik yang tidak signifikan bagi perubahan sosial masyarakat. Semakin kecil dana yang dikeluarkan untuk kebutuhan campaign, maka semakin kecil beban caleg untuk mengembalikan dana modal campaign. Pun demikian, jika terpilih nanti si wakil rakyat tersebut bisa fokus menjalankan program-program wakil rakyat dan bisa menyalurkan program dan dana-dana yang seharusnya diberikan kepada masyarakat.
Sekali lagi mari kita konsisten dengan ucapan dan keinginan untuk menjadikan politik ini bersih dari money politik dan menghindari korupsi anggaran si wakil rakyat dengan tidak membebani pilihan politik semata-mata karena adanya amplop dan bantuan logistik dari caleg-caleg yang sudah amat mapan secara ekonomi. Pilih caleg yang mempunyai visi, misi dan program yang baik serta mempunyai komitmen yang tulus bagi perbaikan kehidupan masyarakat. *** ( deni )
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
“Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang?
Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!” Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung.
Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.” Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya?
Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku.” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya?
Bahkan jika berarti ayah mesti mengemis di jalanan, ayah akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.” Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.
Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17tahun. Aku 20tahun.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!” Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?”
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…”
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.”
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit salep pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya.
“Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti.
Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota, sering sekali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.”
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer?
Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, apa nanti kata orang?”
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa berpikir ia menjawab, “Kakakku.”
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu.
Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
Diterjemahkan dari : “I cried for my brother six times”
Pemilu Legislatif, 9 April 2014 semakin dekat. Pertarungan memperebutkan suara publik untuk dukungan kursi legislatif semakin ketat. Pendekatan dan sosialisasi calon legislatif ke basis pemilih semakin semarak dan mengkristal dalam bentuk dukung mendukung. Tak ayal kerja tim dan kandidat baik itu caleg DPRD Kab/kota, DPRD propinsi dan DPR RI semakin mengkerucut dalam bentuk dukungan. Masalahnya adalah apakah pernyataan dukungan yang sudah muncul ke permukaan bisa tetap dipertahankan atau “masuk” angin menjadi suara yang “becek” bisa bergeser ke berbagai calon lagislatif lainnya. Apalagi menurut beberapa hasil survai masih ada kurang lebih 60% pemilih yang sampai sekarang belum menentukan pilihan politik.
Pemilu legislatif, 9 April 2014 akan menjadi momen dimana pertaruhan dan pertarungan politik tidak hanya pertarungan antar partai. Pun, pertarungan itu tidak hanya antar caleg beda partai, persaingan antar sesama partai dalam dapil yang sama pun pun tidak kalah sengit. Persaingan sesama caleg dalam satu partai ibarat “benci tapi rindu”. Di satu sisi mereka bersaing tetapi di sisi lain pun diantara mereka pun saling membutuhkan ….
Kita tunggu saja progress sosialisasi diantara para caleg tersebut … ( Tedi )
BERPIKIR positif itu adalah sehat dan menyehatkan. Ada rasa senang, bahagia, dan selalu menilai tentang sesuatu sebagai suatu hal yang positif. Lebih-lebih suasana yang demikian dilakukan secara antusias dalam kondisi apapun. Setiap hari, setiap waktu dan setiap kesempatan selalu positif dan antusias tanpa mengenal lelah, tanpa merasa letih, dan selalu positif berharap ada kebaikan dan kebaikan.
” Positif itu Terobosan dan Lompatan,” demikian disebutkan dalam buku 1/2 Isi 1/2 Kosong, karya Parlindungan Marpaung. Orang positif selalu selalu dilingkupi keikhlasan, ketenangan berpikir, dan juga kekuatan nurani. Tidak heran, mereka yang “positif” selalu punya watak untuk berbuat lebih (willingness to do more) dan bekerja cerdas, tambahnya.
1/2 Isi 1/2 Kosong, When Life Has Been Seen Half Full and Half Empty, Parlindungan Marpaung
Parlindungan Marpaung adalah sosok yang selalu menginspirasi, energik, dan penuh dengan terobosan ide-ide baru. Malang melintang sebagai trainer dan penulis telah mengantarkannya sebagai motivator ulung yang siap mengisi sesi-sesi motivasi disetiap panggung dengan tema yang beragam. Pun, demikian, Pa Parlin, demikian beliau disapa lebih familiar, adalah sosok seorang ayah begitu dekat dengan keluarga, isteri dan anak-anaknya. Sosok hangat dan komunikatif syarat dengan pengalaman sebagai motivator, apalagi dasar akademis sebagai alumni psikologi turut mempermudah beliau dalam memetakan peta masalah dalam mengisi ruang-ruang pelatihan motivasi.
Parlindungan Marpaung adalah sosok yang selalu menginspirasi dengan kiprahnya sebagai publik speaker maupun training facilitator. Ia adalah lulusan Psikologi Unpad serta Magister Manajemen Teknik Industri dan Magister Pelayanan Perkotaan. Event trainingnya telah diikuti puluhan ribu peserta dari Indonesia, bahkan luar negeri. Kebersahajaannya membuat beliau selalu membuka diri untuk dihubungi di +628122354736 atau email : parthy@bdg.centrin.net.id. Suara khasnya dapat didengarkan dalam acara bertajuk ” Smart Inpsiring Talkshow ” di Radio K-Lite 107,1 FM Bandung.
Parlindungan Marpaung, Inspiring Trainer & Best Selling Author
REDAKSI www.catatan98.wordpress.com menggunakan media sosial dalam hal ini blog untuk menjadi media menyuarakan kepentingan suara konstituen. Berbagai temuan di lapangan disaat terjun bertemu dengan masyarakat seyogianya bisa menjadi bahan untuk memetakan peta aspirasi masyarakat yang berkembang saat ini. Temuan tersebut tentu saja tidak serta merta dapat kita “carikan” solusi seperti halnya mereka yang mempunyai otoritas kewenangan dalam menyelesaikan persoalan. Apalagi jika ranah masalah itu sudah masuk dalam ranah pemerintah.
Persoalannya adalah apakah masalah itu merupakan kewenangan pemerintah daerah atau pemerintah pusat? Apakah pemerintah bisa responsif mencarikan sejumlah persoalan itu dalam kewenangannya? apakah masalah itu pun bisa diselesaikan pihak caleg ?
Untuk membahas soal-soal itu tim redaksi akan mencoba mengupas soal-soal permasalahan di lapangan dengan menghadirkan beberapa orang yang berhasil kami wawancarai, diantaranya para anggota DPRD sebagai pihak incumbent yang saat ini memangku kebijakan. Untuk laporannya kami akan ulas kemudian ….. ( tedi )
CATATAN - 98 